Cegah Banjir Simpang Lima, Wali Kota Semarang Uji Teknologi Bola GPS Lacak Sumbatan Drainase
Pemkot Semarang uji teknologi bola GPS untuk melacak sumbatan drainase di Simpang Lima. Wali Kota Agustina Wilujeng pastikan langkah cepat cegah banjir dan tingkatkan kenyamanan ruang publik.

SEMARANG – Pemerintah Kota Semarang melakukan langkah inovatif untuk mengatasi persoalan sumbatan drainase di kawasan Simpang Lima. Melalui uji coba teknologi GPS Drifter, berupa bola pelacak berchip GPS, Pemkot memetakan titik-titik penyumbatan saluran air yang selama ini sulit diketahui secara kasat mata.

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, mengatakan langkah ini merupakan mitigasi dini menjelang potensi hujan ekstrem. Menurutnya, Simpang Lima sebagai ikon kota harus terbebas dari genangan agar tetap nyaman digunakan sebagai ruang publik.

“Kami ingin tahu secara pasti penyebab banjir. Kalau Simpang Lima tergenang, masyarakat tidak bisa menikmati ruang publik dengan nyaman,” kata Agustina saat meninjau simulasi di kawasan eks Ace Hardware Simpang Lima, Jumat (12/12).

Teknologi GPS drifter bekerja dengan menghanyutkan bola pelacak ke dalam saluran drainase. Pergerakan bola dipantau secara real time oleh petugas Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang melalui gawai. Apabila bola berhenti atau tidak bergerak sesuai estimasi waktu, maka titik tersebut terindikasi mengalami sumbatan.

“Dalam waktu sekitar 30 menit seharusnya bola bergerak. Jika berhenti, berarti ada masalah. Dari situ petugas turun mengecek, bisa karena sampah, kasur, ban bekas, atau endapan sedimen,” jelasnya.

Agustina menegaskan bahwa setiap temuan langsung ditindaklanjuti di lapangan. Selain sampah, tim menemukan penyempitan Saluran Gendong akibat tertutup cor beton tebal serta keterbatasan saluran pembuangan menuju sungai.

“Saya sudah minta DPU membongkar cor penutup saluran dan sebelum 30 Desember diizinkan membuat saluran tambahan agar aliran air dari hulu lebih cepat menuju sungai,” ungkapnya.

Uji coba ini tidak berhenti di Simpang Lima. Pemkot berencana menerapkan metode serupa di titik rawan lain seperti kawasan Pandanaran dan Ahmad Dahlan, sekaligus memperbarui peta drainase kota yang selama puluhan tahun belum terintegrasi secara menyeluruh.

“Penanganan banjir itu berlapis. Kalau di Simpang Lima sudah beres tapi masih banjir, maka hulunya juga kita tangani. Ada tim khusus dari hulu sampai hilir agar aliran air benar-benar terkendali,” ujarnya.

Selain upaya teknis, Agustina menyoroti pentingnya peran masyarakat. Dalam penelusuran, ditemukan sungai di bawah jembatan dimanfaatkan sebagai tempat penumpukan barang bekas yang berpotensi menghambat aliran air.

“Kita mungkin tidak bisa menghilangkan banjir sepenuhnya, tapi bisa mengendalikan. Tantangannya sekarang, banjir yang dulu cepat surut, kini bisa bertahan lama,” katanya.

Melalui pemanfaatan teknologi, respon cepat di lapangan, serta dukungan masyarakat, Agustina optimistis risiko banjir di pusat kota dapat ditekan dan kenyamanan Simpang Lima sebagai ikon Semarang dapat kembali terjaga.

“Mudah-mudahan semua bisa segera beres. Simpang Lima adalah wajah Kota Semarang, dan kami berkomitmen mengembalikan kenyamanan bagi warga maupun wisatawan,” pungkasnya.


Anda mungkin juga menyukai