Gambaran Umum Permasalahan
Kota Semarang sebagai Ibu Kota Jawa Tengah merupakan pintu gerbang Jawa Tengah melalui darat, udara dan laut. Kota Semarang mempunyai lokasi yang strategis sebagai pusat administrasi sekaligus sebagai pusat pengembangan ekonomi dan perdagangan. Namun, masalah banjir yang sering terjadi di Semarang khususnya di daerah Semarang Bawah menjadikan perekonomian dan perdagangan di Semarang tidak bisa berkembang pesat.
Banjir terutama terjadi pada musim hujan akibat debit besar melampaui kapasitas penampang aliran yang telah mengalami degradasi kapasitas. Hal ini diakibatkan oleh hasil erosi dari hulu daerah tangkapan air (DAS) atau Sub DAS-nya. Di samping sedimentasi, penurunan fungsi dan kapasitas sungai dan drainase perkotaan juga disebabkan adanya bangunan-bangunan ilegal di bantaran atau bahkan badan sungai atau saluran, yang mengurangi fungsi kapasitas luberan (high water channel) dari palung sungai (low water channel) di atas debit normal, meningkatnya unit hydrograph debit banjir, dan semakin cepatnya waktu konsentrasi debit akibat menurunnya fungsi resapan DAS-nya pada waktu musim hujan. Sebaliknya juga, menurunnya base flow debit andalan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Hal ini mengakibatkan defisit neraca air yang berefek pada menyusutnya debit andalan. Dengan meningkatnya konsentrasi beban kandungan limbah termasuk sedimen, maka akan terjadi penurunan kualitas air.
Permasalahan lain yang mempengaruhi sistem drainase secara gravitasi adalah fenomena rob (banjir akibat pasang air laut), intrusi air asin di daerah Semarang Bawah, gejala penurunan elevasi tanah (land subsidence), dampak lokal masih berlangsungnya proses konsolidasi tanah di area pesisir, yang umumnya terdiri atas lapisan alluvial yang masih bersifat compressive, ditambah lagi dengan akibat pengambilan air tanah berlebihan yang tidak imbang dengan kemampuan pengisian air tanah, serta naiknya muka air laut sebagai dampak pencairan es di kutub utara dan kutub selatan akibat pemanasan global. Itu semua memerlukan penanganan yang terintegrasi yang harus dikelola berbasis wilayah sungai termasuk ekosistem pantainya dengan parameter waktu, ruang, kuantitas, dan kualitas. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan pengendalian banjir yang bertujuan untuk mengurangi luasan banjir, serta frekuensi dan intensitas banjir. Salah satunya Melalui Proyek Ketangguhan Banjir Perkotaan Nasional, Pemerintah akan melaksanakan proyek pengendalian banjir di Sungai Baru, Sungai Semarang, Sungai Asin dan Sungai Silandak di Kota Semarang.
Uji Tuntas Lahan
Pemerintah telah melakukan penilaian uji tuntas (due diligence) terhadap tanah yang dibutuhkan untuk 2 proyek pengendalian banjir di 1) Sungai Baru, Sungai Semarang, Sungai Asin dan 2) Sungai Silandak. Kedua kegiatan ini tidak memerlukan pembebasan lahan karena pekerjaan di sungai dan sistem drainase akan dilakukan di badan air, yang mana mengacu pada Peraturan Pemerintah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah Kota Semarang. Namun, pada saat verifikasi lokasi aktual, ditemukan bahwa beberapa bidang lahan digunakan oleh beberapa warga sebagai tempat tinggal dan/atau usaha. Pembersihan lahan di sekitar lokasi proyek diperlukan agar pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan untuk memastikan bahwa lokasi proyek aman bagi masyarakat sekitar.
Verifikasi atas penggunaan lahan menemukan bahwa terdapat 29 Kepala Keluarga/KK yang menempati 29 bidang tanah dengan luas total lahan sebesar 4065 m2 di lokasi rencana kegiatan yang digunakan sebagai tempat usaha dan hunian.
Uji tuntas yang dilakukan mengidentifikasi bahwa 29[A1] [ya2] KK (Warga Terdampak Proyek/WTP) adalah penghuni lahan yang tidak dapat diakui, yang menempati tanah milik pemerintah atau tanah negara tanpa dokumentasi hak tenurial dan hak yang dapat diakui di kedua lokasi kegiatan tersebut. Sedangkan terkait dengan Kegiatan D2B di Kali Baru, pada saat verifikasi lapang ditemukan terdapat potensi dampak sosial terhadap 6 WTP, yakni terdiri dari 4 bangunan hunian, dan 2 bangunan hunian dan usaha[A3] [ya4] . Pemindahan orang merupakan langkah dan upaya penanganan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang dan pihak pemangku kepentingan.[A5] [ya6]
Laporan Uji Tuntas Lahan ini menyajikan ikhtisar proyek, legalitas lahan, penggunaan lahan dan profil kepemilikan lahan, identifikasi kesenjangan terhadap Kerangka Kerja Kebijakan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (Land Acquisition and Resettlement Policy Framework/LARPF) NUFReP, dan rencana aksi relokasi bagi WTP, termasuk langkah-langkah mitigasinya.
Sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) tidak diperlukan untuk rencana proyek di Sungai Baru, Sungai Semarang dan Sungai Asin. Oleh karena itu, Laporan Uji Tuntas Lahan ini berfungsi sebagai Rencana Aksi Pemukiman Kembali yang sederhana (Abbreviated Resettlement Action Plan) untuk proyek pengendalian banjir di Sungai Baru, Sungai Semarang dan Sungai Asin yang menyertakan rencana relokasi para WTP.
Warga Terdampak dan Kompensasi
Survei sosioekonomi telah dilakukan untuk memahami kondisi para warga terdampak, menilai dampak proyek, dan menentukan langkah-langkah yang tepat untuk memitigasi dampak yang telah teridentifikasi. Rangkaian konsultasi dengan WTP mengonfirmasi mereka mengerti bahwa pemanfaatan lahan tersebut melanggar aturan, memahami pentingnya rencana kegiatan di Sungai Baru, Sungai Semarang, Sungai Asin dan Sungai Silandak untuk menangani banjir di Kota Semarang, dan bersedia mendukung kegiatan penanganan banjir tersebut.
Berdasarkan penilaian sosial, duapuluhsemnbilan (29) [TMC7] [ya8] WTP akan terdampak minor, yakni gangguan sementara terhadap usaha/aset mereka dan bersedia untuk mengosongkan lahan secara mandiri. Di sisi lain, dua belas (12) WTP akan terdampak secara signifikan (kehilangan penghasilan utama) dan dikategorikan sebagai kelompok rentan. Sejalan dengan LARPF, aset yang terdampak telah dinilai oleh penilai independen dan pemerintah kota akan membayar kompensasi berupa uang tunai. Pemerintah kota juga memprioritaskan mereka untuk menempati lokasi yang dikelola oleh pemerintah kota. Hal ini diharapkan dapat memberikan kondisi penghidupan yang lebih baik bagi WTP. Selain itu, beberapa program bantuan sosial dari pemerintah kota seperti dukungan Pendidikan, dukungan layanan kesehatan, pelatihan vokasional, dan akses terhadap informasi kesempatan kerja dan jaringan diusulkan untuk mendukung penghidupan para WTP. Dari sisi BBWS Pemali Juana, kesempatan bekerja pada saat konstruksi seperti pekerja harian, penyedia katering, penjaga keamanan, akan diprioritaskan bagi WTP apabila mereka memenuhi kualifikasi.
Pelaksanaan rencana aksi relokasi akan dipantau oleh Bappeda Kota Semarang, dengan bekerja sama dengan BBWS Pemali Juana.
Pelaksanaan rencana aksi relokasi akan dipantau oleh Bappeda Kota Semarang, dengan bekerja sama dengan BBWS Pemali Juana.
Yanuar Arifin, ST, Mahasiswa Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota,
Universitas Islam Sultan Agung. Anggota Ikatan Ahli Perencana (IAP) Jawa Tengah,
serta Praktisi Perencanaan Wilayah dan Kota, Sepesialis Safeguard
